Minggu, 09 Maret 2014

MEMAHAMI ASWAJA SEBAGAI MANHAJUL-FIKR

Secara bahasa aswaja berasal dari kata Ahl yang berarti pemeluk, jika dikaitkan dengan aliran atau madzhab maka artinya adalah pengikut aliran atau pengikut madzhab (ashab al-madzhab). Sedangkan Al-Sunnah mempunyai arti jalan, di samping memiliki arti al-Hadist. Disambungkan dengan ahl maka keduanya bermakna pengikut jalan Nabi, para Sahabat dan tabi’in. Al-Jamaah berarti sekumpulan orang yang memiliki tujuan. Bila dimaknai secara kebahasaan, Ahlusunnah wal Jama’ah berarti segolongan orang yang mengikuti jalan Nabi, Para Sahabat dan tabi’in.
Dalam Qanun Asasi (konstitusi dasar) Nahdlatul ‘Ulama yang dirumuskan oleh Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari tertulis bahwa Aswaja merupakan sebuah faham keagamaan dimana dalam bidang akidah menganut pendapat Abu Hasan Al-Asy’ari dan Al-Maturidi, dalam bidang fiqh menganut pendapat dari salah satu madzhab empat (madzahibul arba’ah – Imam Hanafi, Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Hanbali), dan dalam bidang tasawuf/akhlak menganut Imam Junaid al-Baghdadi dan Abu Hamid Al-Ghazali.
Ahlussunnah Wal Jama’ah (Aswaja) merupakan bagian integral dari sistem keorganisasian PMII. Aswaja merupakan metode pemahaman dan pengamalan keyakinan Tauhid. Lebih dari itu, disadari atau tidak Aswaja merupakan bagian kehidupan sehari-hari setiap anggota/kader organisasi. Akarnya tertanam kuat dan dalam jiwa serta terimplementasikan dalam perilaku sehari-hari.
Perkembangan zaman yang sangat cepat dan membutuhkan respon yang kontekstual dan cepat pula. Menjadikan sangat perlunya kaji ulang serta penelusuran terhadap bangunan isi Aswaja sebagaimana selama ini digunakan. Disini Aswaja diartikan sebagai orang-orang yang memiliki metode berfikir keagamaan yang mencakup semua aspek kehidupan yang berlandaskan atas dasar-dasar moderasi, menjaga keseimbangan, dan toleransi sehingga harus diletakkan secara proporsional, yakni Aswaja bukan sebagai mazhab, melainkan  sebuah manhaj al-fikr (pendekatan berpikir tertentu) yang digariskan oleh sahabat dan para muridnya, yaitu generasi tabi’in yang memiliki intelektualitas tinggi dan relatif netral dalam menyikapi situasi politik ketika itu. Namun harus diakui bahwa kelahiran Ahlussunnah Waljamaah sebagai manhaj al-fikr  tidak terlepas dari  pengaruh tuntutan realitas sosio-kultural dan sosio-politik yang melingkupinya.
PMII melihat bahwa pemahaman tersebut sangat relevan dengan perkembangan zaman, selain karena alasan muatan doktrinal Aswaja selama ini terkesan terlalu kaku. Maka dengan pemahaman sebagai manhaj, Aswaja menjadi lebih fleksibel dan memungkinkan bagi pengamalnya untuk menciptakan ruang kreatifitas dan menelorkan ikhtiar-ikhtiar baru untuk menjawab perkembangan zaman.
Bagi PMII Aswaja juga menjadi ruang untuk menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang sempurna bagi setiap tempat dan zaman. Islam tidak diturunkan untuk sebuah masa dan tempat tertentu. Kehadirannya dibutuhkan sepanjang masa dan akan selalu relevan. Namun relevansi dan makna tersebut sangat tergantung kepada kita, pemeluk dan penganutnya, memperlakukan dan mengamalkan Islam. Di sini, PMII sekali lagi melihat bahwa Aswaja merupakan pilihan paling tepat di tengah kenyataan masyarakat kepulauan Indonesia yang beragam dalam etnis, budaya dan agama.
Salam Pergerakan,!!!!
Ditulis Oleh: Lia Aprelia (Kader PMII Rayon Syari’ah dan Hukum UNISNU Jepara)
Diedit Oleh : Dofri Sofwatul Anam (Kader PMII Rayon Syari'ah dan Hukum UNISNU Jepara)

0 komentar:

Posting Komentar

◄ Posting Baru Posting Lama ►
 

Contact Person

Muhammad Iklil (Ketua Rayon Syari'ah dan Hukum) 087 746 566 766 Muwasaun Niam (Pimred Karsa Soeper) 085 741 498 232

Karsa Soeper

Merupakan media wacana dan berita Rayon Syari'ah dan Hukum UNISNU JEPARA

Alamat Redaksi

Jl. Majapahit Gg. Mawar RT.08/VI Gerjen Sari Tahunan Jepara

Copyright © 2014. KARSA SOEPER - All Rights Reserved B-Seo Versi 5 by Blog Bamz