PERGULATAN WACANA KIRI MAHASISWA
Diskursus wacana kiri telah menjadi ikon bagi perlawanan kearah perjuangan. Berbicara tentang wacana "kiri", tentu memori kita akan cepat terfokus dalam model perjuangan yang tanpa henti yang di pamerkan oleh Karl Marx dengan pejuangan kelas dalam melawan kapitalisme, dan begitu juga Che Guevera.
Bagi sebagian kalangan, wacana kiri dipahami sebagai antitesis bagi wacana kanan yang identik dengan kebiasaan (lurus-lurus aja). Sehingga tak jarang seseorang yang memiliki analisis kiri selalu di waspadai dan dianggap Dangerous, dan harus di jauhi. Stereotif terhadap umat kiri seakan menjadi sebuah model baru (neo-model) bagi sebuah perjuangan kelas, yang pada hakikatnya itu hanya menjadi perubahan musuh yang sebenarnya kawan.
Tidak hanya Karl marx dan Che Gueverra saja yang "meneteskan letupan-letupan" perjuangan yang diklaim kiri, yang merupakan musuh baru bagi pemahaman yang selama ini telah tertata. Dalam bingkai teologi khususnya Islam, tentu kita mengenal bagaimana Hassan Hanafi dengan membara-bara menggelorakan arti pentingnya sebuah pemahaman baru terhadap Islam yang lebih dikenal dengan kiri Islam. Islam sebagai doktrin, bagi Hanafi tentu membutuhkan sebuah interpretasi baru, tentunya dengan keadaan yang sedang terjadi. Sehingga Hanafi menyebutnya dengan Islam sebagai new Profil Islam yang selalu siap untuk merespon gejala-gejala globalisasi yang tak terbendung.
Dan sekarang yang menjadi pertanyaan besar bagi kita adalah sejauh mana Mahasiswa merespon bahwa sudah selayaknya pola fikir kita harus dialih-relkan dari rel besi yang sudah tua ke landasan besi yang lebih kuat lagi sehingga mampu menopang beban laju gerbong perubahan. Sebenarnya, terlalu dini bagi diri saya untuk bisa mengatakan sekaligus memberikan konsep gagasan reformulasi mainstream Mahasiswa. Namun disinilah suatu keniscayaan bahwa perubahan selalu diawali denagan kesadaran diri, meskipun berjuang sendiri.
Minoritas Profetik
Istilah minoritas profetik sebagaimana yang dipopulerkan oleh New Field adalah untuk menyebut Mahasiswa yang secara kuantitas minoritas. Meskipun sebagai minoritas, Elan Vital mahasiswa tetaplah satu yakni "Enlightenment", sebagai pencerah bagi umat.
Dan diskursus kiri diatas secara implisit nerujuk pada minoritas profetik dari segi kuantitas, namun tidak secara kualitas. Seolah menjadi problem besar bersama, yang mengasumsikan bahwa kiri itu negatife. Menurut saya itu tidaklah benar. Dan buanglah jauh-jauh pandangan yang mengatas-namakan perdamaian akan tetapi malah memberangus keilmuan. Apalagi dengan menengok sejarah, tentu kita akan melihat bagaimana perjuangan para tokoh besar dunia, harus mengawali kampanye pemikiran mereka dengan hasutan, ancaman bahkan pendiskreditan. Namun apa yang terjadi sekarang, pemikiran tokoh-tokoh tersebut seolah menjadi nabi baru yang telah lama pergi, pemikiran mereka dikenang dan didalami sebagai "prasasti batu perubahan" meskipun dulu ditolak dan tak dianggap.
Oleh karenanya, kita selaku insan generasi islam yang modern sudah saatnya membuka semua ruang komunikasi dan jaringan, menginggat peradaban yang semakin maju. Hal ini sudah banyak dilakukan oleh para pemikir liberal yang pada konteks penafsirannya dapat dikatakan terlalu kiri. Namun tidak pada para pemikir maju islam yang masih mengunakan dasar-dasar syariat islam. Pada dasarnya hukum islam bertujuan merealisir kemaslahatan manusia dengan menjamin kebutuhan pokok, sekunder dan pelengkap.(Red-KS)
Diskursus wacana kiri telah menjadi ikon bagi perlawanan kearah perjuangan. Berbicara tentang wacana "kiri", tentu memori kita akan cepat terfokus dalam model perjuangan yang tanpa henti yang di pamerkan oleh Karl Marx dengan pejuangan kelas dalam melawan kapitalisme, dan begitu juga Che Guevera.
Bagi sebagian kalangan, wacana kiri dipahami sebagai antitesis bagi wacana kanan yang identik dengan kebiasaan (lurus-lurus aja). Sehingga tak jarang seseorang yang memiliki analisis kiri selalu di waspadai dan dianggap Dangerous, dan harus di jauhi. Stereotif terhadap umat kiri seakan menjadi sebuah model baru (neo-model) bagi sebuah perjuangan kelas, yang pada hakikatnya itu hanya menjadi perubahan musuh yang sebenarnya kawan.
Tidak hanya Karl marx dan Che Gueverra saja yang "meneteskan letupan-letupan" perjuangan yang diklaim kiri, yang merupakan musuh baru bagi pemahaman yang selama ini telah tertata. Dalam bingkai teologi khususnya Islam, tentu kita mengenal bagaimana Hassan Hanafi dengan membara-bara menggelorakan arti pentingnya sebuah pemahaman baru terhadap Islam yang lebih dikenal dengan kiri Islam. Islam sebagai doktrin, bagi Hanafi tentu membutuhkan sebuah interpretasi baru, tentunya dengan keadaan yang sedang terjadi. Sehingga Hanafi menyebutnya dengan Islam sebagai new Profil Islam yang selalu siap untuk merespon gejala-gejala globalisasi yang tak terbendung.
Dan sekarang yang menjadi pertanyaan besar bagi kita adalah sejauh mana Mahasiswa merespon bahwa sudah selayaknya pola fikir kita harus dialih-relkan dari rel besi yang sudah tua ke landasan besi yang lebih kuat lagi sehingga mampu menopang beban laju gerbong perubahan. Sebenarnya, terlalu dini bagi diri saya untuk bisa mengatakan sekaligus memberikan konsep gagasan reformulasi mainstream Mahasiswa. Namun disinilah suatu keniscayaan bahwa perubahan selalu diawali denagan kesadaran diri, meskipun berjuang sendiri.
Minoritas Profetik
Istilah minoritas profetik sebagaimana yang dipopulerkan oleh New Field adalah untuk menyebut Mahasiswa yang secara kuantitas minoritas. Meskipun sebagai minoritas, Elan Vital mahasiswa tetaplah satu yakni "Enlightenment", sebagai pencerah bagi umat.
Dan diskursus kiri diatas secara implisit nerujuk pada minoritas profetik dari segi kuantitas, namun tidak secara kualitas. Seolah menjadi problem besar bersama, yang mengasumsikan bahwa kiri itu negatife. Menurut saya itu tidaklah benar. Dan buanglah jauh-jauh pandangan yang mengatas-namakan perdamaian akan tetapi malah memberangus keilmuan. Apalagi dengan menengok sejarah, tentu kita akan melihat bagaimana perjuangan para tokoh besar dunia, harus mengawali kampanye pemikiran mereka dengan hasutan, ancaman bahkan pendiskreditan. Namun apa yang terjadi sekarang, pemikiran tokoh-tokoh tersebut seolah menjadi nabi baru yang telah lama pergi, pemikiran mereka dikenang dan didalami sebagai "prasasti batu perubahan" meskipun dulu ditolak dan tak dianggap.
Oleh karenanya, kita selaku insan generasi islam yang modern sudah saatnya membuka semua ruang komunikasi dan jaringan, menginggat peradaban yang semakin maju. Hal ini sudah banyak dilakukan oleh para pemikir liberal yang pada konteks penafsirannya dapat dikatakan terlalu kiri. Namun tidak pada para pemikir maju islam yang masih mengunakan dasar-dasar syariat islam. Pada dasarnya hukum islam bertujuan merealisir kemaslahatan manusia dengan menjamin kebutuhan pokok, sekunder dan pelengkap.(Red-KS)
Salam Pergerakan......!!!!!!
Diedit oleh : Misbakhus Sholihin ( Kader PMII Raton Syari'ah dan Hukum UNISNU Jepara)
0 komentar:
Posting Komentar